Hadratussyaikh KH Hasyim Asy'ari lahir di Gedang, sebuah dusun kecil di utara kota Jombang, tepatnya pada tanggal 24 Dzulqa'dah 1287 Hijriah atau 14 Februari 1871 Masehi. Mbah Hasyim lahir dari pasangan Kyai Asy'ari dan Nyai Halimah. Nama lengkap Mbah Hasyim adalah Muhammad Hasyim bin Asy'ari bin 'Abdul Wahid bin 'Abdul Halim.Jakarta, NU Online Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Kabar duka menyelimuti keluarga besar Nahdlatul Ulama NU. Ini, setelah Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama PBNU KH Azizi Hasbullah wafat pagi ini, Ahad 21/5/2023. Kabar duka ini menyebar cepat di sosial media. Almarhum diketahui menghembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit RS Hasan Sadikin Bandung, Jawa Barat. "Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Sampun kapundut. KH Azizi Chasbullah, pagi ini di RS Hasan Sadikin Bandung," demikian informasi yang diterima NU Online. Sebelumnya, kondisi KH Azizi Hasbullah sempat kritis setelah cukup lama mendapat pelayanan medis. Kia asal Blitar, Jawa Timur ini dirawat di RS Hasan Sadikin lantaran mengalami kecelakaan saat hendak menghadiri Halaqah Fiqih Peradaban dan Bahtsul Masail di Pondok Pesantren Al-Muhajirin 2 Purwakarta, Jawa Barat bersama Wakil Rais Syuriyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama PCNU Trenggalek KH Zahro Wardi. Kiai Azizi masuk RS Hasan Sadikin Bandung pada Sabtu 6/5/2023. Ulama Begawan Bahtsul Masail itu harus dirujuk ke rumah sakit tersebut karena keterbatasan fasilitas dan peralatan di Rumah Sakit Cideres Majalengka setelah kecelakaan tunggal yang dialami Kiai Azizi di jalan tol Cipali KM 142 pada Sabtu 6/5/2023 pagi. Kiai Azizi kala itu mengalami cedera serius di tangan, kaki, iga, dan paru-parunya. Tindakan operasi pun harus dilakukan. Kondisinya setelah itu membaik dan bisa makan selepas operasi. Kondisi kesehatan Kiai Azizi kembali menurun pada Senin 15/5/2023. Hal tersebut membuat pihak rumah sakit mengambil tindakan khusus sebagai upaya memulihkan kembali kondisinya. Pewarta Syamsul Arifin Editor Fathoni Ahmad
LBMPBNU di wakili KH. Azizi Chasbullloh dari Kabupaten Blitar, LBM PWNU diwakili KH. Zahro Wardi dari Trengggalek. Majalah Nabawi pada Biografi Abdul Wahab Hasbullah - Pendiri Nahdatul Ulama; Kategori. Artikel; Bahtsul Masail; Berita; Kegiatan; Khotbah; Story; Tokoh; Arsip. Juli 2022; Juni 2022; Maret 2022; Januari 2022;
Daftar Isi Biografi KH. Ahmad Marzuqi Romli 1. Riwayat Keluarga 2. Sanad Ilmu dan Pendidikan Perjalanan Menuntut Guru Beliau 3. KH. Ahmad Mulai Berdakwah 4. Wasiat KH. Ahmad Marzuqi Romli 5. Karomah KH. Ahmad Marzuqi Romli 6. Referensi 1. Riwayat Lahir KH. Ahmad Marzuqi lahir pada tahun 1901 M di desa tempat ayahnya tinggal yaitu di Giriloyo Wukirsari Imogiri Bantul sebagai putra bungsu. Kiai Romli sangat berkeinginan kelak si bungsu apabila sudah besar dapat menggantikan perjuangan yang telah dirintisnya, mendidik orang-orang untuk lebih dekat pada Allah. Untuk mewujudkan cita-citanya tersebut, sangat wajar apabila KH Marzuqi ketika baru berumur 4 tahun sudah dididik dengan konsentrasi penuh. Wafat KH. Ahmad Marzuqi Romli wafat pada tanggal 9 Jumadil Akhir 1411 H atau tanggal 14 Desember 1991 M pada hari Sabtu malam Ahad adalah hari beliau menghembuskan nafasnya yang terakhir. Keluarga Sebagai putra bungsu dari lima bersaudara, KH. Ahmad Marzuqi mendapatkan tongkat estafet dari KH. Romli untuk meneruskan perjuangannya. Untuk membantu perjuangannya KH. Ahmad Marzuqi melangsungkan pernikahan dengan putri dari KH. Arifin yaitu Ny. Dasinah. Dari pernikahan ini menurunkan dua orang putra yaitu KH. Asyhari Marzuqi Kotagede dan KH. Habib Marzuqi Wates Kulonprogo. Setelah berpisah dengan Ny. Dasinah, pada tahun 1949 KH. Ahmad Marzuqi melangsungkan pernikahan untuk yang kedua kalinya yaitu dengan putri KH. Abdullah, Ny. Zuhroh. Dari pernikahan ini menurunkan dua putra yaitu KH. Masyhudi dan KH. Ahmad Zabidi dan seorang putri yaitu Hj. Siti Hannah. 2. Sanad Ilmu dan Pendidikan Perjalanan Menuntut Ilmu Pada tahun 1905 oleh Kiai Romli, Ahmad Marzuqi di-pondok-kan di Pondok Pesantren Kanggotan Pleret Bantul di bawah bimbingan KH. Zaini. Karena masih kecil, maka pada waktu itu beliau hanya diajari kitab-kitab ubudiyah seperti Safinatun Najah, Fathul Qorib dan lain-lain. Di pondok Kanggotan ini beliau belajar sampai tahun 1910 M. Setelah lima tahun belajar di Kanggotan, Ahmad Marzuqi kemudian pindah pondok. Pondok yang dituju kali ini adalah Pondok Pesantren Termas yang berada di Pacitan Jawa Timur. pada saat itu pondok Termas berada di bawah bimbingan KH. Hafidz Dimyati, beliau belajar berbagai ilmu agama, seperti syara’, tasawuf, dan lain-lain. Di pondok ini beliau belajar selama 4 tahun, dari tahun 1910 sampai tahun 1914 M. Ahmad Marzuki melanjutkan ngangsu kaweruh di ponok pesantren Watucongol Muntilan Magelang, tahun 1915 sampai tahun 1918. Kehausan Ahmad Marzuki dengan ilmu-ilmu keislmaan terobati di bawah bimbingan KH. Dimyati. Sepulang dari Watucongol, Ahmad Marzuqi kemudian meneruskan di Pondok Pesantren Somolangu Kebumen Jawa Tengah. Dibawah bimbingan KH. Abdurrauf, beliau mendapat kepercayaan untuk mengajar santri badal sebagai pengganti kyai apabila kiai sedang berhalangan atau sakit. Kepercayaan itu diemban dengan tekun dan ikhlas sehingga tidak heran jika beliau semakin lama semakin menguasai ilmu-ilmu yang sudah dipelajari di pondok-pondok yang terdahulu. Di Somolangu ini berlangsung antara tahun 1919 sampai tahun 1922. Tahun 1922 sepulang dari Pondok Somolangu sampai tahun 1925, beliau melanjutkan pendidikannya di Pondok Pesantren Lirap Kebumen Jawa Tengah. Walaupun sudah mahir membaca kitab, namun beliau tidak jemu untuk lebih mendalami kitab-kitab yang telah dikajinya terdahulu. Hanya dua tahun lebih sedikit Ahmad Marzuqi menempat di Lirap Kebumen, pada tahun 1926 sampai tahun 1927 beliau pindah ke Pondok Pesantren Jamsaren yang ada di Solo Jawa Tengah. Pondok Jamsaren pada saat itu berada di bawah bimbingan KH. Idris. Sepulang dari Pondok Jamsaren ini beliau menunaikan ibadah haji untuk yang pertama kali dalam hidupnya. Pada tahun 1927 selepas menunaikan ibadah haji sampai tahun 1931 beliau melanjutkan pendidikannya di Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta. Dibawah bimbingan KH. Munawwir ini beliau mewujudkan cita-citanya yang sudah lama terpendam ketika masih mengaji di Watucongol dahulu, yaitu keinginannya untuk menghafal Al-Qur’an 30 juz. Keinginan itu menjadi kenyataan bahkan untuk melanggengkannya beliau baca ayat-ayat suci itu sampai khatam yaitu pada bulan Ramadhan saat shalat tarwih. Diceritakan, bahwa selama bulan ramadlan apabila badannya sehat, beliau khatamkan dalam satu bulan itu tiga kali khataman. Sepuluh hari pertama khatam untuk yang pertama, sepuluh hari kedua digunakan untuk mengkhatamkan bacaannya yang kedua dan sepuluh hari ketiga untuk yang ketiga kalinya. Guru Beliu Guru-guru KH. Ahmad Marzuqi Romli KH. Zaini KH. Hafidz Dimyati KH. Dimyati KH. Abdurrauf KH. Idris KH. Munawwir KH. Dalhar Watucongol KH. Ma’ruf, KH. Kholil Bangkalan, KH. Dimyati Termas, KH. Dimyati Kebumen dan KH. Abdurrahman 3. KH. Ahmad Mulai Berdakwah Sepulang dari ngangsu kaweruh di berbagai pondok pesantren, sekitar tahun 1931, KH. Ahmad Marzuqi mulai melakukan pengajian-pengajian di berbagai tempat terutama di desa-desa di Gunungkidul. Perjalanan untuk mencapai daerah-daerah di Gunungkidul yang melewati hutan belantara memakan waktu berhari-hari itu beliau lakukan dengan berjalan kaki. Dalam melakukan Dakwah di Gunungkidul, KH. Ahmad Marzuqi atau Mbah Marzuqi bisa disebut sebagai pembuka jalan bagi keberadaan Islam di daerah tersebut. Ketika beliau membuka jamaah pengajian yang baru di desa-desa, beliau islamkan terlebih dahulu orang-orang yang akan ikut dalam pengajian tersebut. Sehingga ketika semakin hari semakin bertambah jumlah jamaahnya berarti semakin banyak pula orang Islam yang ada di desa itu. Perjalanan dalam berdakwah itu bukan berarti tanpa mendapatkan rintangan. Rintangan itu datang dalam perjalanan maupun oleh orang yang tidak suka dengan dakwah yang beliau lakukan. Diceritakan, ketika dalam suatu perjalanan menuju salah satu desa di daerah Gunungkidul harus melewati sebuah sungai yang lebar dan dalam. Seseorang harus berenang untuk sampai di seberang karena tidak ada getek perahu dari bambu. KH. Habib yang pada waktu itu diajak untuk menemani, tidak berani turun ke sungai karena melihat ada seekor ular besar sedang menunggu. Melihat ular di sungai yang siap untuk menyerangnya KH. Habib berteriak “Pak, ada ular !” Teriakannya tidak dijawab oleh Mbah Marzuqi. Beliau hanya menusukkan jari manisnya di pinggang KH. Habib. Seketika itu juga KH. Habib sudah berada di seberang sungai. Untuk mempersatukan jama’ah pengajian, Mbah Marzuqi mendirikan masjid atau musholla di desa-desa. Hal ini dimaksudkan agar para jamaah bisa berkumpul dalam satu tempat dalam melaksanakan kegiatan. Pendirian masjid dan musholla ini juga dimaksudkan agar masyarakat di desa itu apabila sholat tidak dilakukan sendiri-sendiri di rumah, tetapi dilakukan di masjid atau musholla dengan berjama’ah. Untuk melengkapi pembangunan masjid, beliau mendirikan sekolah-sekolah formal yang tentunya hal ini bertujuan agar generasi mudanya bisa mendapatkan pendidikan formal. Tercatat ada 130 buah untuk tingkat taman kanak-kanak, 53 buah untuk tingkat Madrasah Ibtidaiyah, 12 sekolah untuk tingkat MTs dan SMP, 8 sekolah untuk tingkat MA dan SMU. Aktivitas dakwah ini masih terus berlangsung ketika beliau dipercaya memimpin pesantren yang didirikan oleh sang ayah, KH. Romli, pada tahun 1935. Pondok itu dipimpin oleh beliau berlangsung sampai dengan tahun 1955. Bahkan selama memimpin pondok pesantren tersebut, beliau mendapatkan sambutan yang semakin hangat dari masyarakat. Hal ini bisa dilihat dari terus berkembangnya pondok tersebut yang semakin hari semakin banyak orang yang ikut mengaji. Selepas Kemerdekaan RI 1945, bumi nusantara ternyata masih disenangi oleh Belanda sehingga wajar apabila pada bulan-bulan setelah Agustus itu Belanda masih banyak yang berseliweran di Indonesia. Orang-orang pribumi yang melihat tingkah Belanda itu merasa tidak senang sehingga di banyak tempat dikumpulkan para pemuda untuk digembleng menjadi prajurit yang tangguh. Mereka diberi ijazah dan amalan serta olah-kanuragan. Salah satu tempat yang digunakan sebagai markas itu adalah pesantren yang dipimpin oleh KH. Ahmad Marzuqi. Mbah Marzuqi yang semenjak kecil suka dengan kehidupan sederhana, suka menolong orang lain dan tidak suka hidup mewah, mempunyai pandangan hidup bahwa seluruh jiwa dan raganya semata-mata dicurahkan untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Prinsip hidup ini beliau wujudkan dengan melakukan dakwah dari satu desa ke desa yang lainnya tanpa pernah mengharapkan imbalan. Dakwah ini beliau lakukan dengan ikhlas dan semata-mata hanya untuk mengharapkan ridla dari Allah. Kiai memang dalam berdakwah tidak pernah mengharapkan imbalan bahkan beliau serahkan seluruh harta bendanya pada mereka yang membutuhkan. Diceritakan, bahwa beliau mempunyai sawah yang luasnya mencapai 7 hektar dan sapi yang jumlahnya mencapai sekitar 150 ekor. Harta miliknya itu seluruhnya beliau serahkan pada masyarakat yang kurang mampu dengan sistem bagi hasil tidak ada informasi yang menceritakan berapa bagian untuk beliau dan orang yang diserahi. Pemberian dengan sistem tersebut semata-mata hanya untuk meringankan beban yang ada pada masyarakat. Pertolongan yang beliau berikan disamping secara materi juga dengan memberikan pengobatan kepada siapa saja yang memerlukannya. Bahkan dengan memberikan pengobatan ini, aktivitas dan pengikut dalam jama’ahnya semakin besar sehingga sangat memudahkan beliau apabila berkeinginan membuka daerah binaan yang baru. Ilmu ketabiban ini beliau dapatkan disamping dari ayahnya, KH. Romli juga beliau dapatkan dari semenjak beliau mondok di pesantren-pesantren. Menurut KH. Habib Marzuqi, salah seorang putranya bahwa ilmu ketabiban itu beliau peroleh dari KH. Dalhar Watucongol, KH. Ma’ruf, KH. Kholil Bangkalan, KH. Dimyati Termas, KH. Dimyati Kebumen dan KH. Abdurrahman. Pemberian pertolongan ini juga beliau maksudkan sebagai sarana berda’wah. 4. Wasiat KH. Ahmad Marzuqi Romli Sbelum meninggal dunia beliau berwasiat kepada putra-putra dan seluruh kaum muslimin untuk membaca do’a Nekto Dinulu. Do’a itu bacaannya adalah sebagai berikut Allahumma Nekto Dinulu ahub-ahub ing AllahLaa ilaaha illa Allah Muhammad rasulullah shalla Allah alaihi wasallamAllahumma Roh amadep ing NurullahSomad-somad kelawan roh idlofiJisim rupaku amadep ing cahayaNing roh angadep uripku ing cahyane AllahYa Allah Ya Rahman Ya Rahim Ya Ghaffar Ya AzizYa Quddus Ya Alim Ya Karim Ya Arhamarrahimin. 5. Karomah KH. Ahmad Marzuqi Romli Diceritakan, pada malam hari malam Ahad seorang haji di daerah Prembun Kebumen bermimpi kedatangan Mbah Marzuqi. Dalam mimpi itu Mbah Marzuqi menyuruhnya untuk pergi ke Giriloyo dan jangan lupa membawa bakmi. Hari Ahad pagi, sambil membawakan bakmi pesanan Mbah Marzuqi pak haji dari kebumen itu meluncur menuju Giriloyo. Sebelum memasuki Giriloyo, haji itu singgah terlebih dahulu di masjid Pondok Ar-Ramli Wukirsari karena dilihatnya ada ribuan orang berkumpul. Kemudian pak haji dari kebumen itu bertanya “Ada apa kok suasananya ramai sekali?” Orang yang ditanya oleh pak haji itu menjawab bahwa Mbah Marzuqi meninggal. Pak haji tidak percaya karena tadi malam beliau bermimpi bertemu Mbah Marzuqi dan disuruh ke Giriloyo. Namun setelah mengetahui peristiwa yang sebenarnya terjadi, pak haji dari Kebumen itupun lemas. Begitulah banyak dari para hadirin yang datang karena mendapatkan mimpi “disuruh ke Giriloyo oleh Mbah Marzuqi”. Semua masyarakat yang ditinggalkan merasa kehilangan dengan kepergiannya. Namun apa mau dikata, kita tidak bisa melawan takdir yang telah ditetapkan oleh Allah. Begitulah KH. Ahmad Marzuqi telah mendahului kita dengan menanamkan pijakan yang mantap dan kokoh pada masyarakat yang ditinggalkan. Semoga amal baik beliau diterima disisi-Nya dan kita yang ditinggalkan bisa meneruskan apa yang menjadi cita-citanya. Amin. 6. Referensi Dinukil dari berbagai sumber
BiografiKH. wahab hasbullah Kiai Haji Abdul Wahab Hasbullah (lahir di Jombang, Maret 1888, meninggal 29 Desember 1971) adalah seorang ulama pendiri Nahdatul Ulama. KH Abdul Wahab Hasbullah adalah seorang ulama yang berpandangan modern, da'wah beliau dimulai dengan mendirikan media massa atau surat kabar, yaitu harian umum "Soeara Nahdlatul
Daftar Isi 1. Riwayat Hidup dan Wafat 2. Sanad Ilmu dan Pendidikan Guru-guru 3. Perjalanan Hidup dan Sekilas Tentang KH. Azizi Hasbullah 4. Referensi 1. Riwayat Hidup dan Keluarga LahirKH. Azizi Hasbullah lahir di Malang, 24 Mei 1968. WafatKH. Azizi Hasbullah wafat di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung. Beliau mengalami kecelakan di Tol Cipali dalam perjalanan dari Blitar menuju Pondok Pesantren Al-Muhajirin, Purwakarta, Jawa Barat, pada hari Sabtu, 06 Mei 2023, dalam rangka menghadiri acara Bahtsul Masail Nasional. Kecelakan yang dialami, menyebabkan beliau mengalami patah tulang. Beliau sempat dirawat selama dua pekan di Rumah Sakit Hasan Sadikin. Tapi Allah SWT telah menentukan takdir. Tepat pada hari Ahad, 21 Mei 2023, KH. Azizi Hasbullah berpulang ke rahmatullah. 2. Sanad Ilmu dan Pendidikan Sebelum berangkat ke Pesantren Lirboyo, beliau sempat mengenyam Pendidikan dasar di MI Miftahul Ulum, Urek-urek, Gondanglegi, Malang pada tahun 1981. Kemudian beliau melanjutkan pendidikannya untuk mendalami ilmu agama di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, yang ketika itu masih diasuh oleh KH. Mahrus Ali dan KH. Ahmad Idris Marzuqi. Kyai Azizi memang berlatar belakang dari keluarga yang kurang berada. Meski demikian beliau tidak pernah berputus asa. Tekad beliau untuk tetap mondok di Lirboyo sangat kuat. Karena keadaan yang demikian itu, beliau berinisiatif agar bisa tetap nyantri di Lirboyo dengan memilih menjadi ndalem Kyai pengasuh Pesantren Lirboyo. Dalam tradisi Pesantren, ndalem merupakan tradisi yang dijalani dengan rasa khidmah, pengabdian, dalam membantu berbagai hal yang dibutuhkan sang Kyai. Sebagaimana banyak dilakukan di pelbagai Pesantren, khususnya Pesantren Salaf. Banyak hal yang dilakukan dalam tradisi ndalem, misalnya; menjaga toko kitab, warung/kantin, memasak, mengurus sawah, atau mengurus binatang ternak, dan sebagainya. Meski demikian, dalam melakukan banyak hal ini, biasanya tetap dilakukan di luar jam wajib sekolah dan ngaji wajib. Sehingga, santri ndalem tetap bisa belajar secara sungguh-sungguh dan mengikuti pelajaran sekolah. Demikian pula yang tempo hari dilakukan oleh KH. Azizi Hasbullah. Pasalnya, dalam melakukan tradisi ini, beliau bisa mendapatkan gratis sekolah dan tetap tinggal di Pesantren, serta mendapatkan kebutuhan makan-minum dan kebutuhan sehari-hari. Konon, Kyai Azizi pernah mendapatkan tugas dalam pengabdiannya itu untuk mengurus sapi-sapi milik keluarga Almaghfurlah Romo KH. Ahmad Idris Marzuqi, pengasuh Pesantren Lirboyo generasi ketiga. Semasa menjadi santri, Kyai Azizi sibuk mencari rumput, memberi makan-minum, dan membersihkan kandang sapi serta memandikan sapi-sapi. Kesederhanan beliau tak bisa dipungkiri. Beliau adalah sosok santri yang sangat sederhana. Sejak menjadi santri sampai menjadi guru, beliau tak keberatan untuk bertempat di sebuah gubuk yang terbuat dari bambu dan jerami yang berada tidak jauh dari kandang sapi. Meski sibuk ndalem mengurus sapi-sapi yang cukup menyita waktu dan menguras tenaga, tetapi Kiyai Azizi menjadi siswa yang paling menonjol kemampuan hafalan, pemahaman, mental, dan artikulasinya. Beliau selalu menjadi ketua musyawarah kitab, dan aktivis serta santri bahtsul masail pilih prestasi beliau yang luar biasa inilah, banyak santri yang mengaguminya. Tak terkecuali keluarga para pengasuh Pesantren Lirboyo. Tidak ada yang meragukan bahwa Kiyai Azizi merupakan tokoh fenomenal, yang menginspirasi banyak santri. Bahkan tidak jarang orang yang menjuluki beliau sebagai “Macan Lirboyo” atau “Pendekar Fiqih Lirboyo”.Sanad keilmuan beliau bersambung kepada KH. Mahrus Ali, KH. Ahmad Idris Marzuki, dan para Masyayikh Pesantren Lirboyo. Guru-guru beliau KH. Mahrus Ali KH. Ahmad Idris Marzuki Para Masyayikh Pondok Pesantren Lirboyo, di zamannya 3. Perjalanan Hidup dan Dakwah Sekilas Tentang KH. Azizi HasbullahKiai Azizi atau yang bernama lengkap KH Azizi Hasbulloh Pengasuh Pondok Pesantren Barran, Selopuro, Blitar, Jawa Timur. Beliau adalah sosok Faqih atau ahli fikih Nusantara yang sangat inspiratif. Tabahhur atau kedalaman penguasanya atas ilmu-ilmu syariat; fiqh, ushul fiqh, akidah, tasawuf dan lainnya mendapatkan apresiasi luas dari para Kiyai lain, bahkan di kalangan para Masyayikh di Pondok Pesantren Lirboyo. Menurut Dr. Ali Mukti Qusyairi, Kiyai Azizi adalah cendekiwan Pesantren yang memiliki karakter kuat, yang terbuka, tegas dan lugas dalam berdiskusi dan adu argumentasi dalam forum-forum bahtsul masail pesantren dan Nahdlatul Ulama NU. Dalam banyak forum, seperti di Lirboyo, Forum Musyawarah Pondok Pesantren FMPP Se-Jawa Madura, Bahtsul Masail Syuriyah PWNU Jawa Timur, dan forum-forum Bahtsul Masail PBNU, beliau seringkali membuat orang-orang yang terlibat di dalam diskusi tak dapat melupakan sosok beliau, yang sangat kuat secara referensi dan kokoh dalam idrak atau analisis kasus-kasus kontemporer waqi’ah haditsah. Banyak orang bersaksi bahwa KH. Azizi Hasbullah adalah orang yang sangat baik, dan termasuk orang yang bisa disebut Mukhlis. Beliau menjalani totalitas hidupnya untuk mengaji dan mengajar kitab kuning, membimbing santri dalam agenda bahtsul masail dengan elegan, memberi rumusan keagamaan yang bernas, baik dalam level bahtsul masail pesantren Lirboyo, antar Pesantren, NU di berbagai level dari ranting, wilayah sampai PBNU. Kyai Azizi merupakan contoh seorang tokoh yang diangkat derajatnya oleh Allah karena ilmunya. Sebagai sosok seorang santri, beliau menjadi contoh teladan santri yang menggabungkan antara semangat belajar dan semangat khidmah. Meski beliau sangat sibuk melaksanakan tugas-tugas sebagai khodim Kiyai, tapi kesibukan itu sama sekali tidak menyebabkan beliau bermalas-malasan dalam belajar. Beliau menguasai banyak fan ilmu. Di antaranya adalah; fiqih, ushul fiqih, nahwu, balaghah, dan tafsir. Selain itu beliau juga piawai dalam menerapkan teori ilhaq, yakni teori yang menganalogikan persoalan kontemporer kepada persoalan yang ada dalam narasi kitab kuning yang berbeda tapi mengandung titik persamaan yang dapat menyatukan dan mengerucut pada hukum yang sama. Jelas sekali, bahwa hidup beliau penuh manfaat dan keberkahan yang dirasakan oleh banyak orang. Baik santri maupun kalangan orang biasa, merasakan dan mengagumi keluasan dan kedalamam ilmu beliau. Terdapat satu pernyatan menarik KH. Azizi dalam sebuah wawancara penelitian skripsi, Zuhdi Masruri. Beliau menyatakan bahwa “tradisi jangan sampai dihilangkan, tetapi disesuaikan dengan syariat, karena dalam bermsyarakat mau tidak mau kita hidup berdampingan dengan tradisi. Nah, orang menggunakan tradisi atau kebiasaan silahkan itukan mitos, kalau dia ragu jangan sampai melakukan, tetapi jangan sampai meyakini bahwa tidak ada waktu hari itu baik atau jelek yang menyebabkan malapetaka. Waktu menjadi jelek apabila digunakan untuk maksiat, dan menjadi baik ketika kita berbuat kebaikan. Hanya saja kita menghindar untuk melakukan tradisi tersebut karena sebagaian dari akhlak yaitu menyesuaikan budaya dan tradisi selama tidak bertentangan dengan syariat. Rasulullah menegaskan bagaimana cara bermasyarakat dengan baik; wa khaliqin nasa bi khuluqin hasanin’, dan bergaullah bersama orang lain dengan akhlak yang baik. Ketika Sayyidina Ali ditanya pendapat soal hadis ini oleh para Sahabat lain, beliau menjawab silakan adaptasi dengan tradisi selama tidak bertabrakan dengan syariat’.” Al-Fatihah teruntuk KH. Azizi Hasbullah. Semoga beliau mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah SWT. 4. Referensi Diolah dan dikembangkan dari data-data yang dimuat di situs resmi Hasil wawancara penelitian skripsi yang ditulis oleh Zuhdi Masruri UIN SATU Tulung Agung, Tradisi Larangan Pernikahan Pada Bulan Muharram Dalam Perspektif Tokoh Nahdlatul Ulama Nu Dan Tokoh Adat Di Kecamatan Selopuro Kabupaten Blitar,
BiografiAlm. KH. Moh. Djamaluddin Ahmad (Part 2) Tambakberas.com. D. Pengalaman Organisasi, perjuangan, dan pernikahan Sesampainya di Lasem ternyata beliau menemukan bahwa itu adalah pondok Al- Wahdah yang diasuh oleh KH. Baidlowi bin Abdul Aziz, seorang kiai yang 'Arif billah yang pada waktu itu menjadi Ro'is Thoriqoh se-Indonesia
– Al Maghfurlah KH Azizi Hasbullah, seorang ulama’ kharismatik yang banyak dikagumi oleh banyak masyarakat karena kedalaman ilmunya di bidang fiqih. Kiprah beliau mulai dari Pengasuh Pondok Pesantren di Blitar Jawa Timur hingga menjadi Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama’ PBNU. Biografi KH. Azizi Hasbullah, Ahli Fiqih yang Tetap Low Profile Menurut salah satu artikel penelitian mahasiswa UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung menjelaskan KH. Muhammad Azizi atau biasa dipanggil dengan nama KH. Azizi Hasbullah lahir pada tanggal 24 Mei 1968 di Malang. Beliau merupakan pengasuh Pondok Pesantren Baran Selopuro Blitar Jawa Timur yang terkenal akan ilmu Syariat nya seperti Ushul Fiqih, Fiqih, Aqidah dan Tasawuf nya. Di waktu kecil beliau mengenyam pendidikan di MI Miftahul Ulum Urek-Urek Gondanglegi Malang pada tahun 1981. Kemudian mendalami ilmu agama di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri yang pada masa itu diasuh oleh KH. Mahrus Ali dan KH. Ahmad Idris Marzuqi. Dikutip dari kesaksian Ust. Ahmad Muntaha Wakil Sekretaris Pengurus Wilayah PW LBMNU Jawa Timur di NU Online, Kyai Azizi terkenal di kalangan para Masyayikh Pondok Pesantren Lirboyo Kediri karena menjadi sosok ahli fiqih Nusantara yang sangat inspiratif. Pembawaan yang tegas, lugas, rendah hati dan terbuka ketika berargumentasi dalam forum Bahtsul Masail Pesantren, Pengurus Wilayah NU PWNU Jawa Timur, Forum Musyawarah Pondok Pesantren FMPP, hingga tingkat Pengurus Besar NU PBNU. Salah satu keistimewaan beliau ketika dalam forum Musyawarah adalah referensi nya yang sangat kokoh dan kuat dalam menganalisis kasus-kasus kontemporer waqi’ah haditsah. Kealiman Kyai Azizi dalam hal fiqih, ushul fiqih, aqidah dan tasawuf yang sudah diakui banyak Ulama’ dan masyarakat, akan tetapi beliau masih tetap menunjukan sikap yang low profile rendah hati dan egaliter sederajat/mengayomi semua kalangan. Seperti yang diceritakan oleh Ust. Ahmad Muntaha, bahwa sosok Kyai Azizi Hasbullah ini low profile dan egaliter. Hal ini membuatnya tidak sungkan untuk istifadah mengujikan ide-ide kepadanya. Salah satu kisah pula ketika Kyai Azizi mengisi majlis, seminar dan bedah buku seperti di Oku Timur Sumatera Selatan, Sampang dan Pamekasan Madura dan terakhir di Mlangi Yogyakarta, para audiens enggan beranjak dari tempat meskipun sudah berjam-jam lamanya. Hal tersebut karena Kyai Azizi dalam menyajikan materi-materi berat disampaikan dengan bahasa dan gaya yang bebas. Sehingga mudah dipahami dan dicerna oleh audien. KH. Azizi Hasbullah Semasa Mondok Salah satu murid beliau, KH. Mukti Ali Qusyairi yang juga alumni Pondok Pesantren Lirboyo juga saat ini menjabat sebagai Ketua LBM PWNU DKI Jakarta menuturkan yang diunggah oleh NU Online, semasa mondok di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, Kyai Azizi merupakan salah satu santri ndalem. Santri ndalem sendiri mereka yang berkhidmah, mengabdi dan membantu kebutuhan kyainya. Kyai Azizi konon mendapatkan posisi mengabdi untuk mengurus sapi-sapi milik Romo KH. Ahmad Idris Marzuqi dan menjadi santri kinasihnya. Dengan begitu beliau selain mengaji juga disibukkan mencari rumput, memberi makan minum, membersihkan kandang dan memandikan sapi-sapi. Selain menjadi santri ndalem yang cukup menyita waktu dan tenaga, Kyai Azizi juga mengasah diri, diceritakan beliau paling menonjol kemampuan hafalan, pemahaman, mental dan artikulasinya diantara santri lainnya. Hal itu yang juga menyita perhatian dan membuat bertanya-tanya, mana mungkin dalam kesibukannya luar biasa masih bisa menjadi santri yang menonjol. Ada yang mengistilahkan “jenius”, “Out of the box” atau sesuatu yang luar biasa mengagumkan. Maka tidak jarang santri menganggap beliau sebagai gurunya. Dari sini pula beliau mendapat julukan “Macan Lirboyo”. Sewaktu mondok, Kyai Azizi bersama temannya santri ndalem bertempat di kamar gubuk gedek yang terbuat dari anyaman bambu. Namun disitulah beliau melayani siapa saja aktivis bahtsul masail yang ingin belajar kepadanya ibarat selama 24 jam dengan shift bergantian. Seperti dikisahkan oleh Ust. Agus Muh Anang, Ketua Pengurus Cabang PC Lembaga Bahtsul Masail NU LBM NU Tulungagung yang diunggah NU Online Jatim. Metode yang digunakan Kyai Azizi untuk mengajar menggunakan metode yang unik. Tidak menerangkan secara langsung, namun santri yang belajar kepada beliau dipersilahkan belajar dan berdiskusi terlebih dahulu. Kyai Azizi berperan menjadi mushohih atau membenarkan kalau ada yang salah dan memberikan keterangan tambahan yang sifatnya seperti perumus untuk memberikan keterangan-keterangan yang belum dipahami. Dengan demikian Gus Anang yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Al-Fattahiyyah Miren Ngranti Boyolangu Tulungagung ini membenarkan bahwa Kyai Azizi adalah sosok figur yang mensupport aktivis bahtsul masail dan siapapun yang ingin belajar kepadanya. Selain kemampuan Kyai Azizi yang luar biasa dalam pemahaman, beliau menjelaskan bahasa dan analogi yang mudah dipahami dengan metode memberikan rumusan dengan teori ilhaq. Kemudian menganalogikan persoalan kontemporer kepada persoalan yang sudah dibahas dalam kitab kuning. Walaupun keduanya berbeda, di tangan beliau dapat mengandung titik persamaan dan menyatukan serta mengerucut pada hukum yang sama. Pesan KH. Azizi Hasbullah tentang Berkhidmat Beberapa forum beliau hadiri untuk memberikan wejangan untuk berbagai kalangan khususnya bagi warga dan pengurus Nahdlatul Ulama’ NU. Beliau menegaskan untuk selalu meniatkan melatih keikhlasan dalam bentuk khidmat. Seperti yang beliau sampaikan dalam acara Akhirussanah Ansor Blitar yang dikutip dari NU Online Jatim, beliau menyampaikan pesan “Saya berharap Rijalul Ansor mampu memberikan kepada implementasi keislaman, kegiatan kaderisasi dibentuknya real khidmat, di dalamnya tanpa campur tangan unsur politik,” Di lain kesempatan pada salah satu forum bahtsul masail beliau juga menyatakan bahwa akan mempersembahkan hidupnya untuk berkhidmat menyebarkan ilmu pengetahuan. Karena forum bahstul masail merupakan majlis sarana mengembangkan pengetahuan dan membagikannya. Kyai Azizi berpesan dan memberikan teladan bahwa “Hidupku itu untuk khidmah dan melayani ilmu,”. Secara tidak langsung beliau juga memberikan teladan untuk tetap berkhidmah untuk pondok pesantren tempat belajar. Karena ilmu tanpa barokah dari para Masyaikh atau guru-guru tidak akan ada artinya. Pesan itu disampaikan beliau ketika menjadi pembicara dalam salah satu acara Pondok Lirboyo. “Saya tidak memperdulikan repot acara apapun karena diundang Pondok Lirboyo, bukan Lirboyo yang membutuhkan saya, tidak sama sekali, tapi saya yang butuh dengan beliau-beliau masyaikh atau guru, barokah beliau-beliau,karena tanpa barokah beliau-beliau, yakin tidak ada artinya ilmu kita, tidak ada artinya pengetahuan kita”. Pesan KH. Azizi Hasbullah Generasi Muda Silahkan Berinovasi dalam Hal Hukum, Tapi Pakemnya dari Madzhab Arba’ah Sosok KH. Azizi Hasbullah juga sangat memperhatikan dan optimis kepada generasi santri yang akan datang untuk terus berinovasi. Akan tetapi cara yang harus dilakukan untuk terus mengembangkan keilmuannya agar tetap berpegangan kepada Madzhab Arbain Madzhab Empat dan sesuai dengan tujuan didirikannya NU yakni mengawal aqidah Ahlussunnah wal Jamaah. “…silahkan membuat rumusan-rumusan baru, dengan tidak keluar dari madzhab arba’ah. Bisa melayang kemanapun, inovasi dengan apapun silahkan, fiqih bagaimanapun silakan, tapi pakemnya harus salah satu dari madzhab arba’ah. Karena memang cita-cita dari pendiri Nahdlatul Ulama’ untuk memperkuat aqidah Islam Ahlussunnah wal Jama’ah. Ini generasi muda perjalanannya masih jauh, masih bisa dipupuk dengan lebih baik lagi, dari tekstual sampai kontekstual itu bisa”. Kyai Azizi menyampaikan dalam agenda Porseni NU 2023 yang diunggah NU Online. Menurut beliau pula, pengembangan fiqih kontekstual juga diperlukan dengan adanya latihan serta bimbingan agar tidak jatuh ke arah liberal. Pengembangan kontekstual tentunya diawali dengan pemahaman secara tekstual. “…minimal tekstual dulu, nanti baru kontekstual, itu perlu latihan, perlu jam terbang juga, kemudian perlu bimbingan agar arah pemikirannya tidak sampai liberal dan tidak keluar dari pakemnya Nahdlatul Ulama’.” Sugeng Tindak Kyai, Jasadmu yang Kini Pergi, Ilmumu Tetap di Hati Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Ahad pagi 21/5/2023 beramai-ramai unggahan di media sosial mengucapkan bela sungkawa dan memintakan do’a fatihah untuk KH. Azizi Hasbullah yang dikabarkan telah dipanggil kembali Allah SWT di RS. Hasan Sadikin Bandung Jawa Barat. Setelah sebelumnya sempat kritis usai mendapatkan pelayanan medis pasca mengalami kecelakaan di Tol Cipali KM 142 Sabtu 6/5/2023 yang hendak menghadiri Halaqah Fiqih Peradaban dan Bahtsul Masail di Pondok Pesantren Al-Muhajirin 2 Purwakarta, Jawa Barat Banyak orang bersaksi akan kebaikan beliau. Informasi dikutip dari jenazah Kyai Azizi Hasbullah dimakamkan di makam keluarga di Dusun Baran, Desa Kasim, Kecamatan Selopuro, Kabupaten Blitar yang sebelumnya di sholatkan di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri. Walaupun jasad beliau sudah di sare kan di liang lahat, akan tetapi ilmu dan teladan beliau masih hidup di hati santri-santri dan koleganya serta warga masyarakat Indonesia khususnya warga Nahdlatul Ulama’. Selain itu, hasil pemikiran dan ilmu-ilmu beliau masih banyak tersimpan dalam jejak media digital media sosial. Walaupun tidak dapat menggantikan sosok jasad beliau, sedikitnya dapat mengobati kerinduan sosok Macan Lirboyo’ yang alim dalam masalah Ushul Fiqih, Fiqih, Aqidah dan Tasawufnya pada diri yang memiliki kerendahan hati serta keikhlasan. Kagem Al-Maghfurllah KH. Azizi Hasbullah Al Fatihah.uO2I. 227 194 338 18 366 209 297 135 314